Senin, 18 April 2011

empati, refleksi,eksplorasi dalam konseling individual

BAB II PEMBAHASAN
EMPATI

A. Pengertian Empati

Pada dasarnya konselee yang kita hadapi biasanya hanya menampilkan diri mereka sebagian saja dan tidak utuh. Bahkan seringkali mereka berusaha menutupi sebagian besar diri mereka. Konselee jarang menampilkan dunia dalam diri mereka, kecuali teerhadap orang yang mereka percayai. Orang yang mendapatkan kepercayaan ini adalah orang yang dapat memahami dan merasakan isi pikiran, pengalaman hidup, maupun perasaan mereka.
Oleh sebab itu keberhasilan konseling sangat ditentukan oleh kemampuan kita berempati. Jika kita mampu berempati terhadap konselee, maka konselee akan lebih terbuka. Dengan demikian, konseling pun akan berjalan dengan lebih lancar sesuai dengan klien yang terbuka dan jujur terhadap konselor.
Dan Zimmer menjelaskan juga dalam bukunya Willis (2004), bahwasanya konselor yang menggunakan empati cendrung mengunakan attending dimana komponen di dalamnnya juga mengunakan empati seperti kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Oleh sebab itu empati sangat dekat sekali dengan attending, paraphrasing, dan refleksi feeling. Dan bahkan atennding juga amat besar perannya dalam empati.
Secara harfiah, empati adalah seseorang masuk ke dalam diri orang lain dan menjadi orang lain agar merasakan dan menghayati orang lain, maka kan timbul penilayaan bahwa orang tersebut mustahil bisa melakukan hal tersebut. Sebab menurut pengertian secara harfiah itu orang masuk ke dalam orang lain, jadi hal itu tidak mungkin.
Menurut Carl Rogers empati bukanlah sesuatu yang sifatnya kognitif, namun meliputi emosi dan pengalaman. Oleh sebab itu empati juga harus harus di pahami lewat arti kata. Empati verasal dari “einfiihlung” yang banyak di tulis oleh psikolog Jerman untuk menjelaskan mengenai “memasuki perasaan orang lain (feeling into).” Namun ada juga yang mnegatakan bahwa empati berasal dari Yunani yakni”pathos” yang artinya perasaan yang mendalam atau kuat dan yang menyerupai perkataan menderita serta ditambah dnegan imbuhan kata “in” atau “em”. Hal ini hampir sama dnegna simpati. Namun jika simpati hanya perasaan di luar saja sedangkan empati memiliki arti yang lebih mendalam memahami orang lain.
Mengenai empati ini,George & Cristiani (1981) dalam Singgih D. G. (2004), mengemukakan bahwa empati adalah kemampuan untuk mengambil kerangka berpikir klien sehingga memahami tepat kehidupan dunia dalam makna-maknanya dan bisa dikomunikasikan kembali dnegan jelas terhadap klien.
Menurut Carl Rogers (1961) yang dikuti dari Willis (2010) mengartikan empati sebagai kemampuan merasakan dunia pribadi klien, merasakan apa yang dirasakan tanpa kehilangan kesadaran diri. Untuk itu empati memiliki komponen sebagai berikut :
a. Positive regard/ Penghargaan positif
b. Respeck / rasa hormat
c. Warmth/ kehangatan
d. Concreteniss / kekonkritan
e. Immediacy/ kesiapan, kesegaran
f. Confrontation/konfrontasi
g. Congruence/ keaslian
Empati adalah sebuah kemampuan untuk melihat, memahami, dan merasakan sesuatu hal yang terjadi pada diri orang lain dari sudut pandang orang lain tersebut; bukan dari sudut pandang kita sendiri. Dan Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Agar dapat membantu konselee, maka kita harus dapat memahami diri dan dunia konselee tersebut dari sudut pandang si konselee. Anda harus memberikan keyakinan pada diri konselee bahwa anda memahami keadaan dan perasaan konselee yang unik.
Hampir sama dengan apa yang diungkap oleh Edi Kurnanto (2007:65), bahwa empati itu adalah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan oleh klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan uantuk atau tentang klien.
Carkhuff (1989) mengemukan ada lima tingkatan empati. Dari tingkatan tersebut, level 1-3 merupakan empati untuk menyalurkan perasaan-perasaan negatif destruktif klien. Sedangkan level 4-5 adalah empati tambahan yang bersifat akurat,, mendalam, dan keterbukaan diri yang lebih kuat.
Namun secara mendalam empati merupakan suatu arus atau aliran antara klien dan konselor. Dan kebanyakan merupakan proses bantuan yang diberikan seperti berikut ini:
• Mendengar dan memperhatikan dengan penuh hati-hati
• Menilai ketetapan dalam berkomunikasi
• Bertanya kepada klien.
Dengan demikian empati itu adalah bagaimana seorang konselor dapat menyatukan dirinya dnegan seorang klien baik perasaaan, pengalaman maupun pemahaman. Dan empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati. Keterampilan melakukan empati harus selalu dilatih; agar kita sebagai konselor tetap peka terhadap berbagai emosi yang dirasakan konselee dan mudah dalam memahami isi atau jalan pikiran mereka. Willis (2004) menyebutkan bahwa empati terhadap perasaan, pikiran, dan pengalaman hidup konselee dapat dilakukan dengan empati dasar (primer) maupun dengan empati yang lebih mendalam dan menyentuh.
B. Tujuan Empati dan Contoh Empati
Adapaun tujuan dari empati yang digunakan oleh konselor adalah agar calon konselor mampu memasuki dunia dalam klien melalui ungkapan-ungkapan empati baik itu empati primer maupun empati tingkat tinggi yang menyentuh perasaan klien. Jika demikian keadaannya maka klien akan terbuka dan mau mengungkapkan dunia dalamnya lebih jauh. Baik itu perasaan, pengalamnnya, dan pikirannya.
Dengan demikian seorang konselor harus mampu membawa perasaan dan mengungkapnya hingga ke bagian dalam klien agar si klien lebih terbuka dan dapat diterima sebagai konselee. Dengan begitu klien bisa secara baik mengungkapkan apa yang dia rasakan oleh klien. Latihan berempati melibatkan kemampuan memasuki dunia konselee melalui ungkapan-ungkapan empati yang sekiranya dapat menyentuh perasaan dan memperlihatkan pada konselee akan kepedulian kita pada mereka. Kemampuan anda melakukan empati akan membuat konselee bersikap terbuka. Dengan demikian, konselee akan bersedia mengungkapkan dunia dalam dirinya dengan cara yang jauh lebih baik. Dunia dalam diri ini dapat berbentuk isi pikiran, emosi, maupun pengalaman hidupnya yang tersembunyi; dan bahkan sisi kelam dalam dirinya.
Dan untuk lebih lengkapnya ada dua macam empati adalah sebagai beriku :
a. Empati primer/ Primery Emphaty (PE), yaitu suatu perasaan bagaimana masuk ke dunia dalam klien merasakan apa yang diarasakan, dan dnegan perilaku attending . Jadi bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka. Contoh ungkapan empati primer : “Saya mengerti keinginan Anda”, “Saya dapat memahami pikiran Anda”, “Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda”. Atau seperti ini, “anda merasa tidak aman ketika melihat dia. Saya merasakan perasaan anda. Akan teteapi anda memiliki kekuatan untuk bangkit dan pergi meninggalkannya.”
b. Empati tingkat tinggi yang lebih akurat/ Advanced Accurate Emphaty (AAE), yaitu konselor memberi empati yang lebih mendalam dan mengena sehingga pengaruhnya terasa lebih mendalam pada diri klien, dan pada gilirannya lebih emmbangkitkan suasanan emosional klien. Jadi empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut.
Misalnya:
• “saya ikut terluka dengan penderitaan anda. Namun saya juga bangga dengan kemampuan daya tahan anda.”
• “saya ikut terhina dnegan pengalaman keji yang anda alami namun saya salut terhadap keuletan anda memberla kebenaran.” Atau seperti ini, “saya merasakan perasaan cemas yang anda alami. Saya ikut terluka dengan peristiwa tersebut. Namun saya terkesan dengan kekuatan anda untuk bangkit meninggalkan dia.”
Hal diatas tersbutlah contoh empati yang terbagi ke dalam dua macam. Yaitu empati primer dan empati tingkat tinggi. Dan jika ditanya mana yang paling baik antar keduanya, dapat dikatakan semuanya baik. Namun tergantung kepada masalah apa yang di hadapi klien dan juga tergantung kepada klien yang seperti apa yang datang ke konseloor. Mengapa demikian?. Sebab klien yang datang ke kita sebagai seorang konselor banyak karakteristiknya. Aneka ragam klien yang datang ke konselor ini ada 4 ragam, yakni :
a. Klien suka rela, jika klien yang datang ke konselor dnegan kerelaan hatinya, mungkin bisa digunakan empati yang primer sebab kemungkinan klien yang datang dengan suka rela, dia tidak terlalu membutuhkan pengutan yang lebih dnegan empati.
b. Klien terpaksa, jika yang datang klien yang seperti ini maka dapat digunakan empati yang tingkat tinggi agar dia lebi merasa di terima di sana.
c. Klien enggan. Sama juga menggunakan empati tingkat tinggi.
d. Klien bermusuhan, hal ini dapat menggunakan empati tingkat tinggi. Sebab klein ini memiliki sifat tertutup, menentang, bermusuhan dan senolak secara terbuka. Jika demikian adanya maka dapat digunakan empati tingkat tinggi. Agar si klien merasakan respeck dari konselor.
Dan dengan empati PE dan AAE konselor akan mampu mengali keterbukaan diri klien. Hal ini membuat perasaan klien terbuka lalu menyatakan perasaannya dengan bebas dan terus bergerak ke arah pemahaman dan penyadaran diri. Akibatnya adalah klien menjadi rasional dalam menghadapi maslaah sehingga melahirkan rencana-rencana yang realistis untuk mengatasinya.
Lain halnya dengan yang diungkap oleh Wilis di atas, May Rollo (2003) dalam bukunya Seni Konseling, yang menyatakan bahwa empati itu ada dua. Yaitu empati dasar dan empati lebih mendalam. Yang pertama adalah empati dasar, sebagai contoh dari pernyataan-pernyataan yang menunjukkan bahwa kita berempati dengan empati dasar adalah ucapan seperti ”Ya, ibu paham kenapa kamu sampai melakukan hal itu’’ |atau ’’Kamu merasa frustasi karena sudah belajar keras, tapi tetap tidak lulus tes’’. Empati dasar semacam ini merupakan tanggapan atas pemahaman dan penemuan kita pada emosi konselee secara tepat. Dengan begitu seorang konseli harus mampu memberikan empati yang tepat.
Yang kedua adalah empati yang lebih mendalam dan menyentuh misalnya adalah ”Aduh, ibu ikut sakit hati atas apa yang terjadi padamu sekarang. Tapi ibu juga bangga sekali, kamu bisa menjalani cobaan ini dengan tabah’’ atau ’’Tentunya menyakitkan jika kamu sudah berusaha keras untuk lolos tes tapi tetap saja gagal”. Kamu merasa tertekan, dan bahkan mengasihani dirimu sendiri atas kegagalanmu ini’’. Ungkapan empati yang lebih mendalam semacam ini merupakan langkah lebih lanjut dalam menggali diri konselee dengan menggali emosi yang lebih dalam dan memberikan arti terhadap ekspresi konselee.
Dalam dunia konseling, pada dasarnya seorang konselor bekerja atas dasar dan melalui proses empati. Pada proses konseling, baik konselor maupun klien dibawa keluar dari dalam dirinya dan bergabung dalam kesatuan psikis yang sama sehingga emosi dan keinginan keduanya menjadi bagian dari kesatuan psikis yang baru. Oleh sebab itu seorang konselor di tuntut untuk mempu menpergunakan empati baik empati primer maupun empati tingkat tinggi. Dan untuk lebih baiknya kita tahu bagaimana cara seorang konselor berempati yang akan dibahasa di bawah ini.
C. Cara Berempati
Keberhasilan empati adalah jika klien dapat memahami empati konselor, sehingga dia percaya diri untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalahnya. Untuk itu sebagai seorang konselor harus bisa memberikan empati yang efektif untuk mencapai tujuannya, yaitu merasakan apa yang dirasakan klien. Dengan demikian empati merupakan latihan yang snagat penting bagi konselor. Hal ini agar konselor memiliki kepribadian yang mampu berkomunikasi dengan klien dan dapat berkomunikasi yang baik dengan klien.
Dan untuk dapat merasakan apa yang dirasakan klien, dipikirkan dan dialami klien, seorang konselor haruslah berusaha, sebagai berikut :
• Melihat kerangka rujukan dunia-dalam klien atau kehidupan internal klien
• Menempatkan diri kedalam persepsi internal klien.
• Merasakan apa yang dirasakan klien.
• Berpikir bersama klien, bukan berpikir tentang atau uuntuk klien
• Menjadi kaca emosional /cermin perasaan klien
Dengan usaha yang dilakukan di atas maka konselor akan dapat memberi kenyamanan kepada klien dan setelah itu klien pun akan leluasa memberikan atau mencurahkan isi hatinya. Karena jika konselor perpikir seperti yang diatas kemungkinan kecil untuk tidak memeotong pembicaraan klien.
Dan empati ini dilakukan oelh seorang konselor dengan menggunakan keterampilan mempengaruhi dengan komponen-komponennya, keterbukaan diri, pengarahan, dan penafisran. Sebab dnegan adanya komponen tersebut maka empati akan menjadi mendalam dan akuran serta nilainnya tinggi sehingga segera dapat mengubah perilaku klien.
Dengan usaha seperti diatas maka barulah klien melakukan empati. Sebab dengan empati yang akan berhasil jika klien dapat memahami empati konselor. Sehingga di apercaya diri untuk mengembangkan/ mencurahkan dan memecahkan masalahnya. Dan untuk itu berikut ini akan ada cara berempati yang baik yang dikemukan oleh Sofyan S. Wilis dalam bukunya yang berjudul Konseling Individual Dalam Teori Dan Praktek. Yakni sebagai berikut:
a. Mengosongkan pikiran
• Kosongkan pikiran dari rasa/sikap egoistik
• Amati bahasa tubuh klien, seperti emosi, air muka (mimik), gerak isyarat, dan gerakan yang membawa pesan emosional.
• Rasakan kehidupan emosi klien, dan berusaha berada dalam kehidupan internal klien.
• Amati verbal klien yang membawa emosi.
• Intervensi dengan persyaratan efektif, sesuai dnegan keadaan emosi klien (refleksi feeling).
Dari urutan kegiatan di atas ada dua langkah penting untuk memahami emosi klien melalui empati. Yakni : pertama secara tepat merasakan dunia klien melalui perilakunya. Yang kedua adalah secara verbal konselor berbagi pengalaman dengan klien. Dan jika ingin tahu bagaimana tebakan tentang emosi klien itu benar dan jitu. Yaitu jika klien tersebut berkata “yah, itu yang saya maksud.”
Jadi dengan demikian untuk dapat memahami emosi klien, seorang konselor harus melewati empati. Termasuk di dalmnya empati dengan cara masuk langsung ke dunia klien melalui perilakunya. Seperti misalnya konselor melihat perilaku klien saat memberikan wawancara. Dengan demikian akan memeudahkan konselor ikut dalam pikiran klien. Yang kedua adalah mengikuti alur yang dikatakan klien (verbal klien). Jika klien merasa sedih dan mimiknya juga sedih maka konselor juga harus demikian. Jangan sampai jika klien mnegatakan atau menceritakan pengalamannya yang sedih, lalu konselor tersenyum atau tertawa. Hal ini tidak akan membuat klien nyaman.
BAB III
REFLEKSI

A. Pengertian Refleksi dan Latihan Refleksi
Pada dasarnya refleksi itu adalah suatu jenis teknik konseling yang sangat penting dalam hubungan konseling. Sebab hal itu dapat digunakan dalam menangkap perasaan, pikiran dan pengalaman klien kemudian merefleksikannya kepada klein kembali. Hal ini harus dilakukan oleh seorang konselor sebab klien sering tidak menyadari akan perasaan, pikiran, dan pengalaman yang mungkin menguntungkan atau merugikan bagi diri klien sendiri.
Namun jika dia menyadari akan perasaannya, maka mungkin klien akan mengubah perilakunya ke arah yang positive. Akan tetapi tidak lah mudah bagi seorang calon konselor untuk menangkap dan memahami perasaan, dan pikiran klien serta pengalaman, lalu mengungkapkannya kembali kepada klien dengan bahasa konselor sendiri. Sebab hal ini jika salah maka akan mengecewakan klien. Oleh sebab itu seorang konselor penting untuk berkonsentrasi.
Untuk itu menurut Sofyan S. Willis. Refleksif merupakan keterampilan konselor untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan pikiran dan pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadapn prilaku klien sebagai hasil pengamatan terhadap prilaku verbal dan non verbalnya.
Dan berbeda dnegan apa yang diungkap oleh Edi Kurnanto dalam bukunya yang berhudul Langkah-Langkah Penangan Kasus Konseling, mengatakan bahwa refleksi adalah tekni untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap tingkah laku klien verbal maupun non verbal.
Refleksi adalah menangkap isi pikiran, perasaan, dan pengalaman konselee yang kita amati baik dari segi bahasa lisan maupun bahasa tubuh; kemudian memantulkan (merefleksikan) kembali hasil pengamatan kita tersebut kepada konselee. Refleksi merupakan suatu hal yang sulit dilakukan karena menyangkut persepsi kita terhadap keadaan klien dari setiap tutur kata maupun gerakan yang dilakukan konselee. Kita harus berusaha mengetahui isi pembicaraan konselee, sekaligus membaca apa yang sejujurnya sedang ia katakan kepada kita. Dengan kata lain, upaya refleksi merupakan upaya menggambarkan kembali isi komunikasi seseorang secara menyeluruh. Kesulitan mempersepsi ini dapat terjadi karena tidak jarang konselee mengatakan suatu hal tetapi bahasa tubuhnya menyertakan hal yang bertentangan. Misalnya konselee menyatakan bahwa ia dalam keadaan yang baik-baik saja, tetapi matanya berkaca-kaca, atau menarik napas dalam, atau hidungnya kembang-kempis.
Jadi dengan demikian, dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa refleksi adalah teknik untuk menentukan kembali kepada Klien tentang perasaan, pikiran dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya dan refleksi dapat tercapai jika dalam konseling terdapat keterbukaan, kerelaan, tidak ada ketegangan, kedekatan, dan objektivitas. Oleh karena itu, konselor harus mengupayakan agar hal tersebut terjadi dalam konseling yang dilakukannya. Isi dari refleksi adalah memberikan umpan balik tanpa memberikan penilaian, tanpa peduli apakah yang dikemukakan konselee kita ini baik maupun buruk. Respon yang kita berikan terhadap isi komunikasi yang tidak terekspresikan atau gerakan tubuh ini akan membuat konselee mempelajari atau menemukan hal-hal baru yang belum mereka sadari berkaitan dengan permasalahan mereka.

B. Materi Refleksi dan Tujuan
Dalam teknik refleksi seorang konselor dapat menggunakan beberapa materi atau beberapa contoh latihan berikut ini. Namun untuk materi latihan sendiri konselor dapat menggunakan, sebagai berikut :
a) Mengamati bahasa lisan klien
b) Mengamati perilaku non verbal
c) Setelah itu baru merefleksikan perasaan, pikiran, atau pengalaman klien dnegan bahsa konselor sendiri. Namun tidak harus bersamaan antara pikiran, pengalaman, atau pun perasaan.
Nah, dengan demikian seorang konselor dapat lebih memudahkan untuk merefleksikan pikiran, perasaan, dan pengalaman klien.
Refleksi dapat tercapai jika dalam konseling terdapat keterbukaan, kerelaan, tidak ada ketegangan, kedekatan, dan objektivitas. Oleh karena itu, konselor harus mengupayakan agar hal tersebut terjadi dalam konseling yang dilakukannya. Isi dari refleksi adalah memberikan umpan balik tanpa memberikan penilaian, tanpa peduli apakah yang dikemukakan konselee kita ini baik maupun buruk. Respon yang kita berikan terhadap isi komunikasi yang tidak terekspresikan atau gerakan tubuh ini akan membuat konselee mempelajari atau menemukan hal-hal baru yang belum mereka sadari berkaitan dengan permasalahan mereka. Contoh dari refleksi adalah : Saat konselee berkata ’’Akan kupukul dia’’ maka kita mengatakan ’’Rupanya kamu marah sekali ya..’’
Dengan banyak latihan seorang konselor dapat memberikan refleksi yang baik kepada kliennya. Dengan demikian tujuan dari latihan refleksi adalah untuk memeberikan kemampuan dan keterampilan kepada calon konselor agar dia dapat merefleksikan perasaan, pikiran dan pengalaman melalui pengamatan perilaku verbal dan non verbal.

C. Contoh Refleksi Dan Aspek-Aspeknya
Untuk meyakinkan apakah respon yang diberikan konselor tepat atau tidak, konselor hendaknya melakukan pengecekan kembali dengan cara mengamati jawaban dan ekspresi klien setelah respons itu disampaikan.Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu:
Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan. Klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal Klien. Suatu usaha konselor untuk menyatakan dalam bentuk kata-kata yang segar dan sikap yang esensial (perlu) itu adalah refleksi perasaan. Hal ini merupakan teknik penengah yang bermanfaat untuk digunakan setelah hubungan permulaan dibuat dan sebelum pemberian informasi dan tahap interpretasi dimulai. Untuk itu perasan itu seperti : positif, negative dan ambivalen.
Manfaat refleksi perasaan anatara lain adalah sebagai berikut:
a. Membantu individu untuk merasa dipahami secara mendalam
b. Klien merasa bahwa perasaan akan menyebabkan tingkah laku
c. Memusatkan evaluasi pada klien
d. Memperjelas cara berfikir klien
e. Menguji keadaan motif-motif klien
Sebagai contoh adalah sebagai berikut ini :
• “Tampaknya yang Anda katakan adalah…. “ atau
• “Barangkali anda merasa..”. atau
• Juga barangkali anda merasa..”
a. Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat Klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal Klien. Contoh :
• “Tampaknya yang Anda katakan….”.
• “nampaknya yang anda akan katakan adalah...”.
• Atau adakah yang anda maksud..”.”
b. Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman Klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal Klien. Contoh :
• “Tampaknya yang Anda katakan suatu…..”.
• “barang kali yang anda utarakan adalah...”. atau
• “ adakah yang anda maksudkan adalah sebuah peristiwa ”
Contoh dari refleksi adalah : Saat konselee berkata ’’Akan kupukul dia’’ maka konselor mengatakan ’’Rupanya kamu marah sekali ya.’’
Aspek-aspek keterampilan refleksi perasaan adalah:
a) Mengamati perilaku klien. Pengamatan ini terutama ditujukan pada postur tubuh dan ekspresi wajah klien.
b) Mendengarkan dengan baik. Penekanannya pada usaha mendengarkan dengan cermat intonasi suara klien dan kata-kata yang diucapkan.
c) Menghayati pesan yang dikomunikasikan klien.Tindakan ini dimaksudkan untuk memahami dan menangkap isi pembicaraan klien.
d) Mengenali perasaan-perasaan yang dikomunikasikan klien.
e) Menyimpulkan perasaan yang sedang dialami klien.
f) Menyeleksi kata-kata yang tepat untuk melukiskan perasaan klien.
g) Mengecek kembali perasaan klien.

Adapaun untuk contoh dialog adalah sebagai berikut:
Klien : “saya takut masuk sekolah karena pasti guru akan memarahi saya. Tapi jika saya tidak masuk sekolah ayah saya pasti akan marah besar.”
Kons : Perasaan_ “Nampaknya anda sungguh sangat merasa sangat tertekan saat ini.”
Pikiran_ “Nampaknya anda sangat takut.”
Pengalaman_“Nampaknya yang anda katakan peristiwa yang.....”

ATAU
Klien : Guru itu sialan, saya membencinya. Saya tidak akan mengerjakan PR-nya. Saya tidak akan mengerjakan bagaimana pun juga. “
Kons : “Tampaknya anda sungguh-sungguh marah.”


















BAB IV
EKSPLORASI

A. Eksplorasi dalam Konseling
Pada kenyataanya kesulitan yang terjadi kepada klien itu adalah mengungkapkan perasaan, pikiran, dan pengalamannya kepada konselor karena ada perasaannya seperti malu, takut, segan, curiga, tertutup dan berbagai halangan lainnya. Ditambah lagi dengan faktor budaya bangsa sebagaimana kita ketahui bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa bekas penjajahan terdahulu. Oleh sebab itu banyak masyarakat kita yang belum memiliki kebranian untuk mengatakan atau mengeluarkan isi hati dan perasaannya terhadap orang lain termasuk keluarganya sendiri.
Dengan adanya hubungan yang dibangun atas dasar ingin membantu klien inilah seharusnya dapat mengatasi semua kendala di atas. Yaitu dengan upaya membuat klien terbuka, merasa aman untuk berpartisipasi didalam dialog. Dan salah satu upaya konseling adalah dnegan menggunakan teknik eksplorasi.
Menurt Willis eksplorasi adalah keterampilan konselor untuk menggali perasaan, pengalaman dan pikiran klien. Dengan demikian eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman Klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak Klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya.
Sedangkan menurut Edi Kurnanto (2009) mendefenisikan eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran dan pengalaman klien. Dan menurutnya pula eksplorasi ini penting dilakukan karena banyak klien atau konselee menyimpan rahasia batin, menutup diri atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan demikian tekni eksplorasi ini memumungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut tertekan dan terancam.
Dengan demikian eksplorasi adalah teknik yang dihunakan oleh konselor untuk memecahkan masalah klien dengan cara menggali perasaan, pikiran dan pengalaman klien. Dengan begitu klien dapat memaparkan masalah yang ada dalam dirinya hingga tidak ada lagi kesulitan untuk memaparkannya.

B. Keberhasilan Eksplorasi Dan Macam Eksplorasi
Dengan teknik ini memugkinkan Klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu :
a. Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan Klien yang tersimpan. Contoh : “Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan…….”
b. Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat Klien. Contoh : “Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang seKonselorlah sambil bekerja”
c. Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman Klien. Contoh : “Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui namun saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda”.
Seorang konselor dapat dikatakan berhasil dalam mengeksplorasi kliennya atau dalam latihan mikronya jika:
a) Calon konselor mampu berkomunikasi dengan klien dengan menggunakan kata/kalimat yang dapat emnggugah perasaan, pikiran, dan pengalamannya sehingga dnegan jujur mengunggkapkan secara dalam dan rinci.
b) Agar para calon konselor mampu membuat rasa aman terhadap diri klien sehingga di aterbuka, jujur, dan berpartisipasi dalam konseling.
Jika yang dibahas di muka terdapat pada klien maka kemungkinan besar konseling dapat berjalan dnegna baik. Untuk itu konselor harus banyak berlatih agar dapat mengungkap atau eksplorasi klien agar terbuka dengan masalah yang di hadapinya. Seorang calon konselor harus banyak latihan untuk dapat memberikan teknik eksplorasi ini dnegna kliennya. Dan berikut ini beberapa materi untuk latihan dnegan klien. Yakni :
• Latihan membuat kalimat-kalimat atau kata-kata yang mampu kiranya menggali perasaan, pikiran dan pengalaman klien. Misalnya dengan kata atau kalimat berikut ini :
_ “Apakah yang anda rasakan saat ini?”
_ “Bisakan mengungkapkan rasa kecewa anda secara rinci?”
_ “Bagaimana pengalaman pahit itu anda alami?”
_ “Dapatkan saudara mengemukakan pendapatnya tentang hal ini?”
• Latihan membuat konselor agar merasa aman, jujur, dan terbuka. Yaitu dnegan mengungkapkan pribadi yang jujur, terbuka dan pelindung. Misalnya:
_ “Anda akan merasa aman disini, karena saya akan memelihara rahasia anda.”
_”Saya percaya bahwa anda akan berkata jujur dan tulus tentang hal itu.”
Dan untuk menguasai teknik eksplorasi secara baik, maka para calon konselor harus diberikan latihan konseling mikro dalam teknik eksplorasi tersebut, seperti yang terdapayt dalam materi latihan. Hal ini bertujuan agar:
• Calon konselor mampu menyusun kata atu kalimat yang dapat mengugah perasaan, pikiran dan pengalaman klien sehingga ia menjadi terbuka untuk menjelaskan secara rinci.
• Agar calon konselor berlatih untuk membuat klien merasa aman, jujur, terbuka, untuk mendiskusikan tentang diri dan masalahnya.












BAB V
P ENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum seorang konselor harus memiliki berbagai keterampilan atau teknik-teknik konseling yang digunakan dalam proses konseling. Keterampilan yang harus dimiliki oleh konselor yaitu Perilaku Attending, Empati, Refleksi, Eksplorasi, Menangkap Pesan Utama (Paraphrasing), Pertanyaan Terbuka (Opened Question), Pertanyaan tertutup (Closed Question), Dorongan minimal (Minimal Encouragement), Interpretasi, Mengarahkan (Directing), Menyimpulkan sementara (Summarizing), Memimpin (Leading), Fokus, Konfrontasi, Menjernihkan (Clarifying), Memudahkan (Facilitating), Diam, Mengambil inisiatif, Memberi nasehat, Pemberian informasi, Merencanakan, Menyimpulkan.
Dari segudang teknik tersebut diatas, dalam makalah ini hanya khusus membahas tentang empati, refleksi dan eksplorasi. Sebagaimana kita ketahui bahwasanya empati adalah sifat konselor tentang merasakan apa yang diarasakan klien, masuk dke dalam pikiran klien. Sedangkan refleksi adalah kemampuan seorang konselor untuk mengungkapkan kembali apa yang dikemukan oleh klien dnegan bahasanya sendiir.
Dan tidak jauh dari keduanya tersebut eksplorasi adalah kemampuan konselor untuk lebih emnggali lagi berbagai hal masalah yang belum dikemukan oleh klien. Hal ini dapat ditandai dengan belum jelasnya titik temu permasalahan klien.

B. Kritik dan saran
Setelah menyelesaikan makalah ini pasti banyak kekurangan daripada kelebihannya. Terutama karena penulis kurang pengalaman dan kurangnya membaca literature yang ada. Sehingga membuat makalah ini kurang sempurna dan bahkan tidak sempurna. Belum lagi ada wacana pembaca yang kurang setuju dengan apa yang penulis tuliskan dalam makalah ini.
Oleh sebab itu penulis sangat membutuhkan saran dan kritik yang sangat membangun makalah. Kelak agar makalah ini dapat berguna bagi pembaca danmakalah supaya lebih baik lagi.
Bagi siapa saja yang bermaksud untuk memperbaiki tulisan atau isi dari makalah ini penulis apresiasikan dengan baik. Dan penulis sangat berterima kasih, jika memang ada yang ingin berkomentar dan memperbaiki. Atas saran dan kritiknya penulis ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual: Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
May, Rollo. 2003. Seni Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arifin, HM. 2003. Teori-teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta: PT Golden Teravon Press.
Sugiharto.(2005. Pendekatan dalam Konseling (Makalah). Jakarta : PPPG. Bersumber dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com /18/03/2011
Edi Kurnanto, M., 2009. Langkah-Langkah Penangan Kasus Konseling : Modul Praktikum. Pontianak: STAIN Press
Edi Kurnanto, M., 2007. Bimbingan Dan Konseling : Sebuah Pengantar Bagi Calon Konselor Dan Guru Pembimbing Di Sekolah. Pontianak : STAIN Press
Surya, Muhammad. Psikologi Konseling. Bandung : pustak Bani Quraisy. Hal: 144.

1 komentar: